Monday, January 08, 2007

Cinta, Seks, dan Komitmen

Seperti biasa, porsi mendengarku lebih banyak. Meski kita sama-sama curhat. Itu sudah menjadi kebiasaan kami. Kebiasaan aku dan istriku. Wanita manis bertubuh tinggi dan langsing itu lebih suka nyrocos, dibanding mendengarkan. Dalam hal apa pun. Termasuk tinggi badan, aku pasti kalah.
***

Ah, aku teringat dengan Sin, istri temanku, yang kata temanku itu ia juga lebih suka curhat, daripada dicurhati. Katanya, jika ada masalah, temanku itu lebih banyak diam.

Sin, memang sifatmu tidak jauh beda dengan istriku. Aku tahu semua sifatmu karena suamimu itu suka menulis diari di laptopku.

Sering dia main ke tempatku, dan tiba-iba dia menulis keluh-kesah hidupnya.

Sin, suamimu itu sahabat dekatku. Jadi tidak mungkin aku larang jika ia ingin membuka laptopku. Untuk mengatakan “jangan buka laptopku!” saja, aku tidak bisa. Meski, aku merasa laptop adalah hal pribadi, seperti halnya dompet orang.

Tapi tidak apa Sin. Aku lebih suka jika Luck, orang yang paling kamu sayangi itu menulis di tempatku.

Sin, dengan jalan itu aku jadi belajar. Belajar dari kisah rumahtanggamu. Meskipun, akhirnya aku mengerti kondisi rumahtanggamu itu.

Sebenarnya aku tidak ingin tahu keburukan rumahtangga orang. Ya… tapi, karena Luck menuliskannya di latopku mau tidak mau… Aku membacanya.

Salah satunya, Luck menulis bahwa ngeseks tanpa ada ikatan nikah adalah sesuatu yang wajar dalam modernitas. Misalnya, saat ia kuliah di Belanda, dengan harapan pulang mengantongi master, malah… Ia kecewa saat pulang liburan mendapati rekening koran bankmu, pada bulan Desember lalu membengkak.

Awalnya Luck kaget, marah, dan geram. Keraguan Luck akhirnya terjawab, ketika menemukan nota dokter. Luck mengeceknya sendiri di sana, di tempat praktek dokter tersebut. Ternyata kamu, Sin, telah menggugurkan kandungannya.

Kamu ingat Sin, sudah setahun Luck tidak pulang kan? Kalau seperti itu, kamu hamil dengan siapa?


Kamu tahu, Sin! Luck sebenarnya tahu kamu telah menggugurkan kandunganmu. Tapi Luck tidak mau ribut. Luck mengaku lebih senang jika kamu dan Luck saling mengerti. Karena, baginya pondasi dalam rumahtangga adalah komitmen. Komitmen!

Komitmen untuk saling percaya dan tidak saling mengumbar keburukan rumahtangga. Kepada siapapun! Termasuk kepada orangtuamu.

Kalian hebat! Kalian sadar, bahwa cinta hanya sebuah lukisan yang menjadi penghias dalam rumah itu. Dan seks –antara kamu dan Luck- hanya sebatas jamban tempat orang berak! Sehingga kamu pun bisa mencari jamban lain yang lebih bersih…

Luck juga sadar, ia sering mencari penghangat saat musim dingin tiba di sana. Dengan temen satu kampusnya. Bahkan tiga bulan terakhir ia mengaku hidup bareng. Satu kos dengannya!

Kamu dan Luck sudah saling percaya bahwa cinta bukan sekadar hubungan seks. Kamu dan Luck sama-sama saling mencintai, dan bahkan saling membina keluarga dengan baik. Tapi bukan berarti kamu berhenti tidak melakukan seks dengan orang lain, bukan?

Aku salut sama kalian. Karena aku, yang sok ngaku liberal, pun belum bisa merelakan pasanganku melakukan seks dengan orang lain. Kamu hebat kawan!

Bimantara, 080107



Untuk seseorang yang masih terbayang di hatiku, atas keliberalannya. Meski, sekarang sudah mulai taubat. Semoga benar, menjadi taubatannasuha, dan aku segera menyusulnya.
Serta DN, terimakasih atas obrolan komitmen-trust-cinta-dan seks, tadi pagi.