Wednesday, January 31, 2007

Tentang Kesetiaan

Aku tidak pernah makan kepala ayam lagi. Opor kepala ayam yang nikmat itu… Setiap kali istriku memasak opor, aku selalu diberi bagian sayapnya. Ya sayap… Ini bukan hanya sekarang, tapi sejak saya nikah. Sejak lima puluh tahun yang lalu.

Aku tidak pernah makan sayap ayam lagi. Opor sayap ayam yang nikmat itu… Setiap kali aku memasak opor, aku selalu diberi bagian kepala. Ya kepala ayam… Ini bukan hanya sekarang, tapi sejak saya nikah. Sejak lima puluh tahun yang lalu.

Memang, aku sendiri yang memberi bagian kepala ayam kepada istriku. Karena bagiku, kepala ayam adalah makanan ternikmat yang pernah aku rasakan. Aku ingin istriku menikmati makanan yang ternikmat itu. Aku rela! Aku rela tidak memakannya demi istriku…

Memang, aku sendiri yang memberi bagian sayap ayam kepada suamiku. Karena bagiku, sayap ayam adalah makanan ternikmat yang pernah aku rasakan. Aku ingin suamiku menikmati makanan yang ternikmat itu. Aku rela! Aku rela tidak memakannya demi suamiku…

Bagiku, opor sayap adalah makanan yang menjijikkan. Bayangkan saja! Sayap yang bentuknya menggelikan itu terpaksa harus aku makan. Tapi tidak apa, yang penting istriku, Minah, bahagia bisa makan opor kepala ayam itu…

Bagiku, opor kepala adalah makanan yang menjijikkan. Bayangkan saja! Kepala ayam yang, jika ada cenger, bentuknya menggelikan itu terpaksa harus aku makan. Tapi tidak apa, yang penting suamiku, Kang Parto, bahagia bisa makan opor sayap ayam itu...


***Untuk Seseorang yang ingin belajar tentang kesetiaan. Bahwa setia tidak harus mengorbankan segalanya. Dan lagi-lagi, DN, terimakasih atas obrolannya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home