Thursday, July 07, 2005

"Katakan saja aku tidak maksimal"

Menyambut pagi. Beberapa orang terlihat asik menikmati kesejukannya. Sambil melemaskan otot-otot yang seharian mereka gunakan untuk kerja. Lari pagi, istilah tepat bagi mereka. Di kawasan Perumahan Bukit Golf, Pondok Indah kebiasaan itu dilakukan. Tidak hanya penghuni perumahan itu. Namun beberapa orang yang sengaja datang dari jauh hanya sekadar berolahraga.

Satu di antara banyak orang itu adalah Sudwikatmono, tokoh pentolan Indofood itu. Versi teman-temanku yang pernah hunting Pak Dwi, panggilan akrabnya, itu sering dilakukan tiap paginya. Mendengar kebiasaan Pak Dwi itu, aku yang kebetulan membutuhkan dia sebagai nara sumber mengikuti jejak langkah kawan-kawan reporter terdahulu.

Kali ini lain. Rabu, 1/6, aku mencoba bangun pagi, sesuatu hal yang tidak menjadi kebiasaan, hanya untuk “lari pagi” dengan Pak Dwi. Jam 5.30 aku sudah siap dari Menteng, satu jam kemudian sampai lokasi.

Cukup lumayan jauh bagi pejalan kaki menuju tempat lari pagi itu. Dari jalan raya Pondok Indah, masuk melaui Jl. Metro Kencana IV. Sepanjang jalan itu, sudah tampak rumah-rumah mewah dan apartemen. Tidak banyak pejalan kaki. Hanya beberapa pekerja bangunan, pembantu rumah tangga yang belanja sayur, tukang sapu, dan tentunya aku sendiri.

Setelah Jl. Metro Kencana IV habis, baru kita lihat Jl. Bukit Golf Utama. Nuansa pegunungan yang sejuk sangat terasa. Seolah-olah kita jauh dari Jakarta yang bising dan “jahat” itu. “Hati-hati anda melalui perlintasan golf.” Ah, itu rasanya hanya peringatan pengguna jalan yang bermotor saja, agar hati-hati, banyak pemain golf yang menyeberang jalan.

Setelah itu, baru terlihat gerbang Perumahan Bukit Golf. Kita tengok ke kanan, pepohonan rimbun menyapanya. Di jalan sekitar ini, orang-orang banyak terlihat lari pagi. “Mungkin ini tempat lari paginya Pak Dwi,” pikirku. Aku duduk menunggu, jam 8.15 belum juga terlihat orang yang mirip dalam foto yang aku bawa. Sampai akhirnya aku cari rumahnya.

Aku masuk ke rumah no PA 27, ternyata itu bukan rumahnya. Tapi kata satpam rumah itu, Pak Dwi beralamat di sampingnya, no. 25. Namun, sesampai di rumah Pak Dwi, aku hanya bisa bertemu dangan satpamnya. Pasalnya BOSS yang disebut-sebut memiliki masalah dengan kredit di Bank Mandiri itu sudah berangkat ke kantor, di Indo Cement. “Mas, memang tadi Bapak ngak lari pagi kok,” kata satam itu.

Di Indo Cement, aku tidak mendapatken keterangan apa-apa. Apalagi ijin untuk bertemu mewawancarainya.

Keesokan harinya, aku juga melakukan hal yang sama. Dengan berangkat jam 5 dari Kampung Melayu aku mencobanya lagi. Namun kali ini hanya sampai jam 7. Aku terpaku janji dengan satpam BPK untuk mencegat Udju saat ia berangkat ngantor. Mau tidak mau, aku harus memburu waktu dengan naik taks.

Jam 7.50 aku sampai di BPK, kebetulan Udju baru datang 15 menit kemudian. Habis itu aku mencoba lagi ke Pondok Indah, tapi satpam bilang “Bapak di rumah hanya untuk istirahat. Jadi tidak bisa diganggu.” Yah, katakan saja kalau aku tidak maksimal mengejarnya?**

Friday, July 01, 2005

KAWAN

Kawan, aku merindukan kalian semua
Aku merindukan Semarang. Tempat di mana kita bersama mempertaruhkan nasib.
Kawan, aku rindu kehangatan kebersamaan di antara kalian. Aku juga rindu saat kita berenam tidak ada yang punya duit. Atau, saat kita dapat tender PLN itu.
Kawan, aku masih ingin dalam sisa umurku ini ada waktu buat becanda bersama seperti sepuluh tahun yang lalu.
Namun aku tahu, kalian entah pada di mana.
atau malah aku yang entah ke mana?